Kamis, 15 Desember 2011

Komplesksometri

Landasan Teori
Salah satu dari reaksi-reaksi metatesis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi pembentukan komplek. Penetapan kuantitatif yang berdasarkan reaksi kompleks disebut kompleksometri. Kompleksometri kadang disebut juga dengan Kelatometri. Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH. Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka [H+] di dalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral, dan alkalis). Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer yang dapat langsung digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk menentukan titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan molaritas.
EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam tersebut dengan EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan ke dalam larutan ZnSO4 yang telah ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Reaksi dengan EDTA yang dititrasikan menghasilkan perubahan warna dari merah anggur ke biru.
D. Prinsip
Menitrasi ZnSO4 dengan laritan EDTA membentuk ZnEDTA menggunakan indikator EBT, kelebihan EDTA dengan indikator EBT membentuk H3Y2-EBT yang berwarna biru (perubahan warna dari merah anggur ke biru)
. Reaksi
ZnSO4 + EBT à ZnEBT (merah anggur)
H2Y2- + ZnSO4 à ZnY2- + H2SO4
H2Y2- + EBT à H3Y2-EBT (biru)
Perhitungan
  1. EDTA 0,01 M 200 ml
BM EDTA = 372,24
Massa = M x V x BM
= 0,01 x 0,2 x 372,24
= 0,74448 gram
= 0,75 gram (menimbang dengan neraca tekhnis)

Hasil penimbangan EDTA
berat botol timbang + zat = 20,33 g
berat botol timbang kosong = 19,63 g _
berat EDTA = 0,70 g

  1. ZnSO4 0,01 M 100 ml
BM ZnSO4 = 287,5
Massa = M x V x BM
= 0,01 x 0,1 x 287,5
= 0,2875 gram

Hasil penimbangan ZnSO4
berat botol timbang + zat = 21,3236 g
berat botol timbang kosong = 21,0431 g _
berat ZnSO4 = 0,2805 g
Massa = M x V x BM
0,2805 = M x 0,1 x 287,5
M = 0,009757

  1. Volume Titrasi I = 25,53 ml
Volume Titrasi II = 25,45 ml
Volume Titrasi III = 25,43 ml _
Rata-rata = 25,47 ml (X)
a. B1 = X – Vol.1 Y1 = B1 + X
= 25,47 – 25,53 = -0,06 + 25,47
= -0,06 = 25,41 ml

b. B2 = X – Vol.2 Y2 = B2 + X
= 25,47 – 25,45 = 0,02 + 25,47
= 0,02 = 25,49 ml

c. B3 = X – Vol.3 Y3 = B3 + X
= 25,47 – 25,43 = 0,04 + 25,47
= 0,04 = 25,51 ml
d. Volume Rata-rata = Y1 + Y2 + Y3
3
= 25,41 + 25,49 + 25,51
3
= 76,41
3
= 25,47 ml

e. Standarisasi EDTA
Volume Titrasi Rata-rata = 25,47 ml
Volume ZnO4 = 25 ml

Molaritas ZnO4
M1 x V1 = M2 x V2
0,009757 x 25 = M2 x 25,47
0,243925 = M2 x 25,47
M2 = 0,009577
Pembahasan
1. Larutan EDTA yang dipakai merupakan pelarutan Na-EDTA karena garam EDTa mudah larut dalam akuades, sedangkan EDTA dalam bentuk asamnya tidak dapat larut dalam akuades.
2. Larutan ZnSO4 yang dipakai merupakan pelarutan ZnSO4 . 7 H2O (Zink Sulfat Pentahidrat) maka pelarutnya cukup menggunakan akuades karena mengandung H2O ; ZnSO4 yang tidak mengandung H2O sukar larut dalam akuades melainkan harus dilarutkan dalam H2SO4 kemudian dinetralkan dengan NaOH baru ditambahkan akuades (di dalam labu ukur hingga tanda tera)
3. Pada percobaan diatas buffer yang digunakan mempunyai pH = 9, setelah ditambahkan ke larutan ZnSO4, larutan menjadi keruh. Untuk menepatkan atau mendekatkan ke harga pH 10, maka larutan tersebut ditambahkan Ammonia pekat 2 tetes, maka larutan menjadi jernih lagi.
4. Dalam kompleksometri menggunakan satuan molaritas (M). Dalam percobaan ini, molaritas larutan EDTA adalah 0,083 M. Harga ini mendekati 0,01 M. Kesalahan mungkin terjadi pada kekurangtepatan dalam penimbangan, penentuan titik akhir titrasi yang kurang tepat.

J. Kesimpulan
Molaritas larutan EDTA yang didapat adalah 0,009577 M


NUMPAAANG !

Argentometri

Tujuan Instruksional Umum

- Mahasiswa mengetahui cara penentuan kadar suatu zat dengan metode argentometri

Tujuan Instruksional Khusus

- Mahasiswa dapat menentukan kadar suatu zat dengan metode argentometri

Dasar Teori

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).

(Khopkar,1990)

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:

a. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.

(Alexeyev,V,1969)

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)

Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.

Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

Data dan Perhitungan

Pembuatan larutan standar primer NaCl 0,05 N

N = n . M

0,05 = 1 . M

M = 0,05 M gr = 0,2922 g

range 10% : (0,2630 – 0,3214)g

Pembuatan larutan standar sekunder AgNO3 0,05 N

N = n . M

8,4837 = 0,8333 gr

gr = 10,1924 g

range 10% = (9,1732 – 11,2116) g

Pembuatan amilum 0,5%

0,5% = 5 g dalam 100 mL

volume yang dibutuhkan: 4x titrasi x 4 mL x 8 orang = 128 mL

Pembuatan asam asetat 1:4

1 orang @ 5 mL per-titrasi

4 x titrasi x 8 orang = 4 x 5 x 8 = 160 mL ≈> 200 mL

Pembuatan K2CrO4 5%

1 orang @ 1 mL x 4 x titrasi = 4 mL

8 orang = 4 x 8 = 32 mL ≈> 35 mL

Massa K2CrO4 5% à

Pembuatan eosin 0,1%

1 orang @ 5 tetes x 4 titrasi = 20 tetes

8 orang = 20 x 8 = 160 tetes ≈ 8 mL ≈>10 mL

Data penimbangan dan perhitungan normalitas zat baku primer

Zat (NaCl) ditimbang secara kasar : 0,29 g

Botol timbang kosong ditimbang secara analitis : 13,9818 g

Botol timbang + NaCl ditimbang secara analitis : 14,2796 g

♥ Berat NaCl secara analitis = 14,2796 – 13,9818 = 0,2978

Normalitas NaCl

N = n . M

N = 0,0479 N

Data titrasi Perak Nitrat dengan NaCl

No

Vol. Baku Primer

(NaCl)

N. Baku Primer

(NaCl)

Vol. Baku Sekunder

(AgNO3)

N. Baku Sekunder

(AgNO3)

1

10,0 mL

0,0479 N

9,70 mL

0,494 N

2

10,0 mL

0,0479 N

9,85 mL

0,486 N

3

10,0 mL

0,0479 N

9,80 mL

0,489 N

Perhitungan normalitas baku sekunder (AgNO3)

1. V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)

10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)

N2(AgNO3) = = 0,0494 N

2. V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)

10,0 . 0,0479 = 9,85 . N2(AgNO3)

N2(AgNO3) = = 0,0486 N

3. V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)

10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)

N2(AgNO3) = = 0,0489 N

v Normalitas AgNO3 rata-rata = = 0,04875 ≈ 0,0488 N

Data titrasi Perak Nitrat dengan sampel (I-)

No

Vol. sampel

M. sampel

Vol. AgNO3

M. AgNO3

1

10,0 mL

0,0488 M

10,00 mL

0,0488 M

2

10,0 mL

0,0482 M

9,90 mL

0,0488 M

3

10,0 mL

0,0487 M

10,00 mL

0,0488 M

Perhitungan molaritas sampel (I-)

Molaritas AgNO3= = = 0,0488 M

1. V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)

10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488

M1(I-) = = 0,0488 M

2. V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)

10,0 . M1(sampel) = 9,90 . 0,0488

M1(I-) = = 0,0482 M

3. V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)

10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488

M1(I-) = = 0,0488 M

v Molaritas (I-) rata-rata = = 0,0485 M

Pembahasan

Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.

Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.

Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.

Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 – 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam.

Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.

Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.

Kesimpulan

Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.

Daftar Pustaka

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia (hal 176 – 187)

Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers (hal 406 – 410)

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia (hal 61)


Kamis, 01 Desember 2011

Numpang :)

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK II

PERCOBAAN I

PERMANGANOMETRI

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1

ASISTEN : TRI ANGGONO

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2009

PERCOBAAN I

PERMANGANOMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk membuat dan pembakuan larutan kalium permangananat 0,1 N serta menentukan kadar kalsium (Ca2+) dalam CaCO3.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 1999).

Dalam suasana asam atau [H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi :

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt

Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt

Dan dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0,1 N, ion permanganat akan mengalami reduksi sebagai berikut:

MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,56 Volt

(Svehla, 1995).

Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, ada kemungkinan terjadi reaksi :

2MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O

dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Reaksi ini terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika tindakan-tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah, dan titrasi yang lambat sambil mengocok terus-menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini untuk membakukan kalium permanganat ini dapat digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam (Basset, 1994).

Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai asam klorida dapat terjadi kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini mengakibatkan dipakainya larutan permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun untuk beberapa reaksi dengan arsen (II) oksida, antimoni (II) dan hidrogen peroksida, karena pemakaian asam sulfat justru akan menghasilkan beberapa tambahan kesulitan. Kalium pemanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Namun, beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini (Svehla, 1995).

MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O E0 = 1,51V

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca analitik, statif, buret, sudip, botol semprot, erlenmeyer 250 ml, corong, gelas beker 200 ml, labu ukur 100 ml, krus porselin, eksikator, oven, dan pipet tetes.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan KMnO4 0,1 N, aquades, larutan H2SO4 0,75 N, larutan sampel nitrit, padatan CaCO3, indikator metil merah, garam NH4 oksalat, larutan Na2C24, larutan H2SO4 1:8.

IV. PROSEDUR KERJA

A. Pembakuan Larutan Kalium Permanganat

1. Diambil 10 ml larutan Na2C24 dengan menggunakan pipet volum 10 ml. Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N. Dilakukan duplo.

B. Penentuan Kalsium (Ca2+) dalam CaCO3

1. Ditimbang 0,1 gram padatan CaCO3 dengan menggunakan neraca analitik. Dimasukkan ke dalam beaker glass 400 ml.

2. Aquades ditambahkan sampai volume menjadi 100 ml. Ditambahkan beberapa tetes indikator metil merah ke dalam larutan. Dipanaskan larutan tersebut sampai mendidih.

3. Ditambahkan larutan dari 0,75 gram NH4 oksalat dalam 12,5 ml aquades secara perlahan-lahan. Dipanaskan pada temperatur 70-80°C selama 15 menit.

4. 3 tetes larutan amonia (1:1) ditambahkan sambil diaduk secara perlahan. Dibiarkan larutan dalam keadaan panas selama 1 jam. Disaring endapan dengan menggunakan kertas saring Whatman No.540.

5. Dicuci endapan dengan aquades hingga bebas dari oksalat. Dilubangi kertas saring dengan menggunakan pengaduk.

6. Dibilas endapan dengan larutan asam sulfat (1:8) ke dalam erlenmeyer yang lain. Dicuci kertas saring dengan aquades panas sampai volume 50 ml. Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N setelah semua endapan larut.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

No

Langkah Percobaan

Hasil Percobaan

1.

2.

pembakuan larutan kalium permanganat

- ditimbang 0,3 gr Na-oksalat + akuades

- + 12,5 ml H2SO4 pekat

- diencerkan sampai 250 ml

- dipanaskan

- dititrasi seluruh larutan dengan KMnO4 sampai warna larutan menjadi merah muda

Penentuan kalsium (Ca2+) dalam CaCO3

- ditimbang 0,2 gr CaCO3

- + akuades 200 ml

- + indikator metil orange

- dipanaskan

- Na-oksalat

- diaduk hingga terjadi endapan

- dipanaskan 70-80 oC

- disaring Ca-oksalat dengan kertas saring Whatmann no. 52

- dicuci endapan dengan akuades dan dibilas dengan H2SO4 (1:8)

- setelah semua endapan larut dilakukan titrasi

Larutan menjadi panas

V Na-oksalat = 250 ml

V titrasi rata-rata = 1,25 ml

Keruh

Terdapat endapan putih

V titrasi rata-rata = 1,35 ml

2. Perhitungan

A. Pembakuan Larutan Kalium Permanganat

Diketahui : m Na2S2O4 = 0,06 gram

BM Na2S2O4 = 133,998 gram/mol

V Na2S2O4 = 50 ml = 0,05 l

e Na2S2O4 = 2

V KMnO4 = 1,25 ml

Ditanya : N KMnO4 = … ?

Jawab :

N Na2C2O4 =

=

= 0,01791 N

(N x V) Na2C2O4 = (N x V) KMnO4

N KMnO4 =

=

= 0,7164 N

B. Penentuan kadar air kristal

Diketahui : m CaCO3 = 0,1 gram

N KMnO4 = 0,7164 N

V KMnO4 = 1,35 ml

V filtrat = 50 ml

BA Ca2+ = 40,8 gram/mol

e CaCO3 = 2

Ditanya : Kadar Cu2+ = …?

Jawab:

Reaksi yang terjadi :

2MnO4 + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Dari reaksi :

mgrek H2C2O4 = 2/5 (N x V) KMnO4

= 2/5 0,7164 x (1,35×5)

= 1,9343 mmol

mmol H2C2O4 =

=

= 0,9672 mmol

= 9,672 x 10-4 mol

Reaksi yang terjadi :

CaC2O4 + H2SO4 CaSO4 + H2C2O4

CaC2O4 Ca2+ + C2O42-

Mol Ca2+ = mol H2C2O4

Mol Ca2+ = 9,672 x 10-4 mol

Massa Ca2+ = mol Ca2+ x BA Ca2+

= 9,672 x 10-4 mol x 40,8 gram/mol

= 0,03946 gram

Kadar Ca2+ dalam CaCO3 :

Kadar Ca2+ =

=

= 39,46 %

Jadi, kadar Ca2+ dalam CaCO3 adalah sebesar 39,46%.

B. Pembahasan

1. Pembakuan Larutan Kalium Permanganat

Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat sebagai titran. Dalam suasana penetapan basa atau asam lemah akan terbentuk endapan coklat MnO2 yang menggangu.

MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O (dalam sulfat encer)

MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O (dalam asam lemah)

MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH- (dalam basa lemah)

Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat. Pereaksi ini dapat dipakai tanpa penambahan indikator, karena mampu bertindak sebagai indikator. Oleh karena itu pada larutan ini tidak ditambahkan indikator apapun dan langsung dititrasi dengan larutan Natrium oksalat merupakan standar yang baik untuk standarisasi permangnat dalam suasana asam. Larutan ini mudah diperoleh dengan derajat kemurnian yang tinggi. Reaksi ini berjalan lambat pada temperatur kamar dan biasanya diperlukan pemanasan hingga 60ºC. Bahkan bila pada temperatur yang lebih tinggi reaksi akan berjalan makin lambat dan bertambah cepat setelah terbentuknya ion mangan (II). Pada penambahan tetesan titrasi selanjutnya warna merah hilang semakin cepat karena ion mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis, katalis untuk mempercepat reaksi. Dari hasil perhitungan maka didapatkan nilai normalitas dari KMnO4 adalah sebesar 0,7164 N. Pada standarisasi larutan KMnO4 dengan menggunakan larutan standar Na2S2O4 berlangsung reaksi sebagai berikut:

2Na+ + C2O4- + 2H+ H2C2O4 + 2Na+

2MnO4 + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

2. Penentuan kalsium (Ca2+ ) dalam CaCO­­3

Penentuan kadar Ca2+ dalam CaCO3 dilakukan dengan pembuatan larutan terlebih dahulu. Larutan kemudian dipanaskan untuk menghilangkan adanya ion-ion pengganggu atau pengotor yang dapat mempengaruhi hasil yang akan dicapai. Kemudian CaCO3 direaksikan dengan ammonium oksalat menurut persamaan reaksi sebagai berikut:

CaCO3 + (NH4)2C2O4 → CaC2O4­­ ↓ + (NH4)2CO3

Penambahan ammonium oksalat ini karena ammonium oksalat digunakan sebagai bahan pengendap kalsium langsung yang memberikan ion C2O42-, karena mengion. Cara ini disebut dengan homogenus presipitasi, yaitu cara pembentukan endapan dengan menambahkan bahan pengendap tidak dalam bentuk jadi, melainkan sebagai suatu senyawa yang dapat menghasilkan pengendapan tersebut. Penambahan ammonium oksalat merupakan penambahan ion sejenis pada larutan, sehingga ia akan memperbesar peluang terbentuknya endapan kalsium oksalat. Penambahan ammonia dengan perbandingan 1:1 digunakan untuk membuat suasana reaksi menjadi lebih alkalis. Hal ini terlihat dari warna larutan yang menjadi kekuningan. Endapan yang terbentuk setelah larutan yang telah dipanaskan didiamkan dipisahkan dari filtratnya. Filtrat yang dipisahkan harus benar-benar bebas dari Ca-oksalat, karena itu endapan diuji dengan ammonium oksalat di mana apabila penambahan ammonium oksalat tidak menyebabkan terbentuknya endapan, maka filtrat bebas dari endapan Ca-oksalat.

Endapan yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades untuk menghilangkan ion oksalat dan kemudian ke dalamnya ditambahkan asam sulfat panas (1:8) untuk memberi suasana asam dan larutan diencerkan dengan air panas sampai 100 ml. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

CaC2O4 + H2SO4 → H2C2O4 + CaSO4

Asam oksalat yang terbentuk inilah yang kemudian bereaksi dengan ion permanganat dari titrasi dengan KMnO4. Titrasi dilakukan sampai warna larutan yang semula bening menjadi berwarna merah muda. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+→ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Volume titrasi KMnO4 yang digunakan untuk menentukan kadar Ca2+ dalam CaCO3.adalah 1,35 ml. Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh kadar Ca2+ sebesar 39,46%.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

1. Permanganometri merupakan titrasi oksidasi reduksi dengan mempergunakan larutan baku kalium permanganat (KMnO4).

2. Dari hasil perhitungan maka didapatkan nilai normalitas dari KMnO4 adalah sebesar 0,7164 N.

3. Kadar Ca2+ dalam CaCO3 adalah 39,46%.

4. Tujuan dari pencucian endapan adalah agar larutan induk dan zat pengotor yang melarut pada endapan dapat dihilangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Day, R. A. Dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Kalman Media Pustaka. Jakarta.